Quantcast
Channel: PT GASI | PT Gunatronikatama Cipta (GASI) | Payroll Services Provider | Payroll System | Payroll Outsourcing » ptgasi
Viewing all 48 articles
Browse latest View live

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG TUNJANGAN HARI RAYA KEAGAMAAN BAGI PEKERJA/ BURUH DI PERUSAHAAN

$
0
0

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG TUNJANGAN HARI RAYA KEAGAMAAN BAGI PEKERJA/ BURUH DI PERUSAHAAN

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN TENTANG TUNJANGAN HARI RAYA KEAGAMAAN BAGI PEKERJA / BURUH DI PERUSAHAAN

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Tunjangan Hari Raya Keagamaan yang selanjutnya disebut THR Keagamaan adalah pendapatan non upah yang wajib dibayarkan oleh Pengusaha kepada Pekerja / Buruh atau keluarganya menjelang Hari Raya Keagamaan.
  2. Hari Raya Keagamaan adalah Hari Raya Idul Fitri bagi Pekerja / Buruh yang beragama Islam, Hari Raya Natal bagi Pekerja / Buruh yang beragama Kristen Katholik dan Kristen Protestan, Hari Raya Nyepi bagi Pekerja / Buruh yang beragama Hindu, Hari Raya Waisak bagi Pekerja / Buruh yang beragama Budha dan Hari Raya Imlek bagi Pekerja / Buruh yang beragama Konghucu.
  3. Pengusaha adalah:
  4. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
  5. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
  6. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
  7. Pekerja / Buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Pasal 2

  1. Pengusaha wajib memberikan THR Keagamaan kepada Pekerja / Buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus atau lebih.
  2. THR Keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Pekerja / Buruh yang mempunyai hubungan kerja dengan Pengusaha berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu.

 

BAB II

BESARAN DAN TATA CARA PEMBERIAN THR KEAGAMAAN

Pasal 3

  1. Besaran THR Keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditetapkan sebagai berikut:
  2. Pekerja / Buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan sebesar 1 (satu) bulan upah;
  3. Pekerja / Buruh yang mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 (dua belas) bulan, diberikan secara proporsional sesuai masa kerja dengan perhitungan: (masa kerja / 12) x 1 (satu) bulan upah.
  4. Upah 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas komponen upah:
  5. upah tanpa tunjangan yang merupakan upah bersih (clean wages); atau
  6. upah pokok termasuk tunjangan tetap.
  7. Bagi Pekerja / Buruh yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian lepas, upah 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sebagai berikut:
  8. Pekerja / Buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan atau lebih, upah 1 (satu) bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 (dua belas) bulan terakhir sebelum Hari Raya Keagamaan;
  9. Pekerja / Buruh yang mempunyai masa kerja kurang dari 12 (dua belas) bulan, upah 1 (satu) bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja.

Pasal 4

Apabila penetapan besaran nilai THR Keagamaan berdasarkan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebiasaan yang telah dilakukan lebih besar dari nilai THR Keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), THR Keagamaan yang dibayarkan kepada Pekerja / Buruh sesuai dengan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama atau kebiasaan yang telah dilakukan.

Pasal 5

  1. THR Keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) diberikan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun sesuai dengan Hari Raya Keagamaan masing­ masing Pekerja / Buruh.
  2. Dalam hal Hari Raya Keagamaan yang sama terjadi lebih dari 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun, THR Keagamaan diberikan sesuai dengan pelaksanaan Hari Raya Keagamaan.
  3. THR Keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan sesuai dengan Hari Raya Keagamaan masing-masing Pekerja / Buruh, kecuali ditentukan lain sesuai dengan kesepakatan Pengusaha dan Pekerja / Buruh yang dituangkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
  4. THR Keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib dibayarkan oleh Pengusaha paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum Hari Raya Keagamaan.

Pasal 6

THR Keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) diberikan dalam bentuk uang dengan ketentuan menggunakan mata uang rupiah Negara Republik Indonesia.

Pasal 7

  1. Pekerja / Buruh yang hubungan kerjanya berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu dan mengalami pemutusan hubungan kerja terhitung sejak 30 (tiga puluh) hari sebelum Hari Raya Keagamaan, berhak atas THR Keagamaan.
  2. THR Keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk tahun berjalan pada saat terjadinya pemutusan hubungan kerja oleh Pengusaha.
  3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Pekerja / Buruh yang hubungan kerjanya berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu, yang berakhir sebelum Hari Raya Keagamaan.

Pasal 8

Pekerja / Buruh yang dipindahkan ke perusahaan lain dengan masa kerja berlanjut, berhak atas THR Keagamaan pada perusahaan yang baru, apabila dari perusahaan yang lama Pekerja / Buruh yang bersangkutan belum mendapatkan THR Keagamaan.

 

BAB III

PENGAWASAN

Pasal 9

Pengawasan pelaksanaan Peraturan Menteri ini dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan.

 

BAB IV

DENDA DAN SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 10

  1. Pengusaha yang terlambat membayar THR Keagamaan kepada Pekerja / Buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) dikenai denda sebesar 5% (lima persen) dari total THR Keagamaan yang harus dibayar sejak berakhirnya batas waktu kewajiban Pengusaha untuk membayar.
  2. Pengenaan denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghilangkan kewajiban Pengusaha untuk tetap membayar THR Keagamaan kepada Pekerja / Buruh.
  3. Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola dan dipergunakan untuk kesejahteraan Pekerja / Buruh yang diatur dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Pasal 11

  1. Pengusaha yang tidak membayar THR Keagamaan kepada Pekerja / Buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dikenai sanksi administratif.
  2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­ undangan.

 

 BABV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 12

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 13

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Sumber :

PERMENAKER No. 6 Th 2016 tentang Tunjangan Hari Raya

Info lebih lanjut untuk rujukan lebih lengkap / rinci terkait Newsletter GASI NL-062-0316 dapat Bapak/Ibu akses melalui:

GASI Website : http://www.ptgasi.co.id
GASI Facebook Account : https://www.facebook.com/pages/PT-Gunatronikatama-Cipta-GASI/1447557985513081?
GASI Linkedin Account : https://www.linkedin.com/company/pt-gunatronikatama-cipta-gasi-?
GASI Twitter Account : https://twitter.com/PTGASI

 


PENGUMUMAN NOMOR PENG – 03/PJ.09/2016

$
0
0

PENGUMUMAN
NOMOR PENG – 03/PJ.09/2016

TENTANG

PELAPORAN PAJAK ELEKTRONIK SAMPAI DENGAN 30 APRIL 2016
TIDAK DIKENAKAN SANKSI

Sehubungan dengan kendala di sistem pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi secara Elektronik (e-Filing dan e-SPT), Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak menyampaikan hal-hal sebagai berikut:

  1. Dirjen Pajak memberikan apresiasi sebesar-besarnya kepada Wajib Pajak atas antusiasme melaporkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi secara Elektronik.
  2. Dirjen Pajak menyampaikan permohonan maaf terkait kendala teknis di sistem pelaporan tersebut yang mengakibatkan proses pelaporan SPT Tahunan secara Elektronik menjadi terhambat.
  3. Untuk mengakomodasi permasalahan tersebut, Direktur Jenderal Pajak telah mengeluarkan Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-49/PJ/2016 tentang Pengecualian Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa Denda Atas Keterlambatan Penyampaian SPT bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang Menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi Elektronik.
  4. Melalui Keputusan Dirjen Pajak tersebut, Wajib Pajak Orang Pribadi yang menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2015 secara Elektronik setelah 31 Maret 2016 dan tidak melewati 30 April 2016 dikecualikan dari pengenaan sanksi administrasi berupa denda atas keterlambatan penyampaian SPT.
  5. Diharapkan dengan adanya keputusan tersebut, Wajib Pajak dapat lebih leluasa melaporkan pajak secara Elektronik sampai dengan 30 April 2016 tanpa dikenakan sanksi administasi.

Demikian disampaikan, agar masyarakat mengetahui dan memahaminya.

Sumber :

PENG-03 Pelaporan Pajak Elektronik Hingga 30 April 2016 Tidak Dikenakan Sanksi.pdf

KEP-49_2016.pdf

pajak.go.id

Info lebih lanjut untuk rujukan lebih lengkap / rinci terkait Newsletter GASI NL-062-0316 dapat Bapak/Ibu akses melalui:

GASI Website : http://www.ptgasi.co.id
GASI Facebook Account : https://www.facebook.com/pages/PT-Gunatronikatama-Cipta-GASI/1447557985513081?
GASI Linkedin Account : https://www.linkedin.com/company/pt-gunatronikatama-cipta-gasi-?
GASI Twitter Account : https://twitter.com/PTGASI

 

UPDATE e-SPT 2014 PATCH e-SPT PPh PASAL 21 VERSI 2.3.0.0

$
0
0
e-SPT adalah aplikasi yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Pajak, digunakan oleh Wajib Pajak untuk kemudahan dalam menyampaikan SPT. e-SPT PPh 21 / 26 digunakan untuk membuat laporan SPT Masa PPh 21 / 26 mulai Tahun 2014. Hingga saat ini sudah terdapat beberapa Patch Update e-SPT PPh 21 / 26, terakhir  pada Bulan Januari 2016 dirilis Patch Update e-SPT PPh 21 / 26 Versi 2.3.0.0 Jika pada PC atau komputer anda belum terdapat aplikasi e-SPT, silakan mengunduh terlebih dahulu e-SPT PPh 21 / 26 Versi 2.2.0.0, baru setelah itu melakukan update ke versi 2.3.0.0.
Adapun Update Sistem Aplikasi e-SPT PPh 21 / 26 2014 Versi 2.3.0.0 ini adalah sebagai berikut:
  1. Perubahan Constrain pada Basis Data sehingga dapat menampung pemotongan bulanan dengan NPWP yang sama (00.000.000.0-000.000) dan nama yang sama
  2. Perubahan perhitungan upah kumulatif dalam satu bulan kalender menjadi Rp8.000.000,- (PER-32/PJ/2015)
  3. Akomodasi KJS 104 dan penyandingannya dengan KJS 100
  4. Pemenuhan data prepopulated A1 dan A2
  5. Minor Change pada beberapa kolom aplikasi
  6. Perubahan versi aplikasi menjadi v.2.3.0.0

Sumber :

http://www.pajak.go.id/aplikasi-perpajakan

http://www.pajak.go.id/content/aplikasi/16434/patch-e-spt-masa-PPh-pasal-21-26-versi-23

Info lebih lanjut untuk rujukan lebih lengkap / rinci terkait Newsletter GASI NL-064-0416 dapat Bapak/Ibu akses melalui:

GASI Website : http://www.ptgasi.co.id
GASI Facebook Account : https://www.facebook.com/pages/PT-Gunatronikatama-Cipta-GASI/1447557985513081?
GASI Linkedin Account : https://www.linkedin.com/company/pt-gunatronikatama-cipta-gasi-?
GASI Twitter Account : https://twitter.com/PTGASI

 

WACANA KENAIKAN PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP) TAHUN 2016

$
0
0
Komisi XI DPR RI menyetujui usulan Kementerian Keuangan terkait kenaikan batas minimun Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Tahun 2016 sebesar 50% dari Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang ditetapkan pada Tahun 2015. Pemerintah berencana menyesuaikan besaran nilai Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari Rp36.000.000,- setahun menjadi Rp54.000.000,- setahun atau Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Rp3.000.000,- per bulan menjadi Rp4.500.000,- per bulan. Wacana perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) ini akan dilakukan pada Tahun 2016. Dengan begitu, maka pegawai dengan gaji maksimal Rp4.500.000,- per bulan akan bebas pajak untuk pembayaran pajak Tahun 2016.

Kenaikan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)  adalah sebesar 50% dari semula Rp36.000.000,- setahun atau Rp3.000.000,- per bulan menjadi Rp54.000.000,- setahun atau Rp4.500.000,- per bulan. Penyesuaian batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) ini rencananya akan diumumkan pada Bulan Juni 2016 mendatang dan berlaku surut sejak Bulan Januari 2016.

Meskipun kenaikan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) ini diikuti dengan adanya potensi kehilangan pendapatan negara sebesar 18,9 triliun, dampaknya justru akan terasa lebih menguntungkan pada masyarakat. Efeknya untuk pertumbuhan sangat bagus, berarti konsumsi rumah tangga bisa semakin besar, investasi juga besar, daya beli masyarakat juga semakin besar. Kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) ini berdasarkan pertimbangan besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) Tahun 2016. Persentase kenaikan PTKP Tahun 2016 ini sama dengan persentase kenaikan PTKP Tahun 2015 yaitu sebesar 50%, dimana pada Tahun 2015 PTKP semula Rp2.000.000,- sebulan menjadi Rp3.000.000,- sebulan.

Adapun batas PTKP yang wacananya akan ditetapkan secara resmi pada Bulan Juni 2016 mendatang adalah sebagai berikut.

Tax Status  <= Tahun 2012  > Tahun 2012  > Tahun 2015  Wacana Tahun 2016
TK0   15.840.000     24.300.000     36.000.000     54.000.000
TK1   17.160.000     26.325.000     39.000.000     58.500.000
TK2   18.480.000     28.350.000     42.000.000     63.000.000
TK3   19.800.000     30.375.000     45.000.000     67.500.000
K0   17.160.000     26.325.000     39.000.000     58.500.000
K1   18.480.000     28.350.000     42.000.000     63.000.000
K2   19.800.000     30.375.000     45.000.000     67.500.000
K3   21.120.000     32.400.000     48.000.000     72.000.000

Sumber :

http://www.antaranews.com/berita/554809/dpr-setujui-kenaikan-batas-minimum-ptkp-2016
http://finance.detik.com/read/2016/04/06/183532/3181475/4/ptkp-naik-jadi-rp-45-juta-bulan-pendapatan-pajak-turun-dong
http://ekbis.sindonews.com/read/1098906/33/ptkp-dinaikkan-menkeu-akui-pemasukan-pajak-berkurang-1459952815
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/04/07/171425026/Pengusaha.Kenaikan.PTKP.Jangan.Ragu-ragu.Langsung.Rp.6.Juta
http://www.beritasatu.com/ekonomi/358750-penghasilan-tak-kena-pajak-akan-dinaikkan-50.html

Info lebih lanjut untuk rujukan lebih lengkap / rinci terkait Newsletter GASI NL-065-0416 dapat Bapak/Ibu akses melalui:

GASI Website : http://www.ptgasi.co.id
GASI Facebook Account : https://www.facebook.com/pages/PT-Gunatronikatama-Cipta-GASI/1447557985513081?
GASI Linkedin Account : https://www.linkedin.com/company/pt-gunatronikatama-cipta-gasi-?
GASI Twitter Account : https://twitter.com/PTGASI

 

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2O16 TENTANG TABUNGAN PERUMAHAN RAKYAT

$
0
0
Latar Belakang

Untuk menjawab kebutuhan akan perumahan rakyat yang terjangkau dan sebagai salah satu bentuk usaha Pemerintah untuk meningkatkan taraf kesejahteraan hidup rakyat, DPR dan Pemerintah Indonesia bersama-sama membentuk suatu Undang-Undang yang bernama Undang-Undang Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera). UU Tapera akan menjadi landasan hukum untuk salah satu program Pemerintah bernama Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Program Tapera

Program Tapera adalah bentuk skema baru Pemerintah untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah dalam pembiayaan dan pemenuhan kebutuhan akan bidang perumahan dengan cara menambahkan sejumlah iuran tabungan wajib bagi Pegawai dan Pemberi Kerja. Pekerja Mandiri dan Pegawai yang telah menikah atau berusia minimal 20 tahun atau sudah menikah pada saat mendaftar dengan gaji di atas upah minimum diwajibkan untuk mengikuti Program Tapera. Program Tapera akan menambah jumlah iuran wajib bagi para pekerja, sedangkan Pekerja Mandiri membayar iuran tersebut sendiri. Setiap peserta program Tapera akan mendapatkan Nomor Identitas Kepesertaan dan Rekening Individu. Di akhir masa kepesertaan setiap peserta akan mendapatkan uang manfaat Tapera, ditambah dengan bunga hasil investasi, sedangkan hanya peserta yang memenuhi persyaratan yang dapat memanfaatkan Dana Tapera. Investasi Tapera akan fokus pada investasi produk keuangan perumahan dan kawasan pemukiman beserta produk terkaitnya. Investasi akan dilakukan dengan sistem Syariah Islam atau Konvensional yang setiap peserta dapat memilih. Program Tapera nantinya akan diawasi dan dikelola oleh Badan Pengelolaan Tapera (BP Tapera).

Tujuan Tapera

Tapera bertujuan untuk:

  1. Menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang bagi pembiayaan perumahan yang terjangkau
  2. Memenuhi kebutuhan peserta terhadap perumahan
  3. Memberikan kemudahan kepada peserta dalam mengakses pembiayaan perumahan
  4. Memberikan kepastian hukum kepada peserta dalam mendapatkan pembiayaan perumahan
  5. Memberikan perlindungan kepada peserta dalam mendapatkan pembiayaan perumahan

Kepesertaan Tapera

Peserta Tapera adalah setiap Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia paling singkat enam (6) bulan yang telah membayar simpanan. Pekerja dan Pekerja Mandiri yang memenuhi persyaratan wajib menjadi peserta Tapera. Persyaratan tersebut adalah:

  1. Berpenghasilan di atas upah minimum
  2. Berusia sekurang-kurangnya 20 tahun atau yang sudah menikah

Para Pekerja didaftarkan oleh Pemberi Kerja, sedangkan para Pekerja Mandiri mendaftarkan dirinya sendiri ke BP Tapera. Ketika para Pekerja dan Pekerja Mandiri menjadi peserta Tapera, mereka akan mendapatkan Nomor Identitas Kepesertaan yang dapat digunakan untuk:

  1. Sebagai Bukti Kepesertaan
  2. Pencatatan Administrasi
  3. Simpanan
  4. Akses Informasi Tapera

Selain itu setiap peserta Tapera juga akan mendapatkan Rekening Individu berupa rekening efek. Setiap peserta yang tidak membayar simpanan dinyatakan nonaktif dari kepesertaan.

Berakhirnya Masa Kepesertaan Program Tapera

Kepesertaan Program Tapera berakhir jika:

  1. Peserta Tapera memasuki masa pensiun
  2. Peserta Tapera mencapai umur 58 tahun
  3. Peserta Tapera meninggal dunia
  4. Peserta Tapera tidak lagi memenuhi kriteria sebagai peserta selama lima (5) tahun berturut-turut

Ketika berakhirnya masa kepesertaan program Tapera, setiap peserta akan mendapatkan dana tabungan beserta dengan bunga investasinya.

Komite Tabungan Perumahan Rakyat (Komite Tapera)

Komite Tapera adalah badan yang berfungsi merumuskan kebijakan umum dan strategis dalam pengelolaan Tapera. Komite Tapera bertanggung jawab kepada Presiden RI. Ketua dan Anggota Komite Tapera diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

Komite Tapera beranggotakan:

  1. Menteri yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang perumahan dan kawasan pemukiman
  2. Menteri yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang keuangan
  3. Menteri yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang ketenagakerjaan
  4. Komisioner Otoritas Jasa Keuangan yang membidangi pengaturan
  5. Seorang dari unsur profesional yang memahami bidang perumahan dan kawasan pemukiman

Komite Tapera bertugas:

  1. Merumuskan dan menetapkan kebijakan umum dan strategis dalam pengelolaan Tapera
  2. Melakukan evaluasi atas pengelolaan Tapera, termasuk melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas BP Tapera
  3. Menyampaikan laporan hasil evaluasi atas pengelolaan Tapera kepada Presiden

Komite Tapera berwenang:

  1. Memberikan arahan, saran, nasihat dan pertimbangan kepada BP Tapera
  2. Meminta laporan pengelolaan Tapera dari BP Tapera
  3. Mengusulkan Komisioner dan Deputi Komisioner BP Tapera kepada Presiden
  4. Mengesahkan rencana kerja strategis lima tahunan BP Tapera
  5. Mengesahkan rencana kerja dan anggaran tahunan BP Tapera

Pengerahan Dana Tapera

Pengerahan Dana Tapera dilakukan untuk mengumpulkan dana dari peserta. Peserta terdiri dari:

  1. Pekerja
  2. Pekerja Mandiri

Pekerja Mandiri adalah setiap Warga Negara Indonesia yang bekerja tidak bergantung pada Pemberi Kerja untuk mendapatkan penghasilan. Pekerja adalah setiap Warga Negara Indonesia yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain dalam hubungan kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dana yang telah terkumpul kemudian disimpan oleh Bank Kustodian.

Pemupukan Dana Tapera

Manajer Investasi yang ditunjuk oleh BP Tapera melakukan investasi pada instrumen investasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Investasi dilakukan oleh Manajer Investasi dan Bank Kustodian dengan melakukan kontrak investasi kolektif. Pemupukan atau investasi Tapera akan fokus pada investasi produk keuangan perumahan dan kawasan pemukiman beserta produk terkaitnya. Setiap peserta dapat memilih sistem investasi akan dilakukan yaitu dengan sistem Syariah Islam atau Konvensional.

Pemanfaatan Dana Tapera

  1. Pemanfaatan Dana Tapera dilakukan untuk pembiayaan perumahan bagi peserta.
  2. Pemanfaatan Dana Tapera sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi Peserta Warga Negara Asing (WNA).
  3. Pembiayaan perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Bank atau Perusahaan Pembiayaan.

Pembiayaan perumahan bagi peserta sebagaimana dimaksud meliputi pembiayaan:

  1. Pemilikan rumah
  2. Pembangunan rumah
  3. Perbaikan rumah

Dana Tapera dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan untuk satu (1) kali dan dengan besaran jumlah yang sama, yaitu untuk membeli rumah, membangun rumah, atau memperbaiki rumah.

Persyaratan yang dibutuhkan untuk memanfaatkan Dana Tapera yaitu:

  1. Masa kepesertaan Tapera paling singkat dua belas (12) bulan
  2. Peserta harus termasuk dalam golongan masyarakat berpenghasilan rendah
  3. Peserta belum memiliki rumah
  4. Peserta memanfaatkan Dana Tapera untuk pembelian rumah, membangun rumah atau memperbaiki rumah pertama

Sedangkan peserta yang tidak memenuhi persyaratan akan mendapatkan uang manfaat Tapera beserta bunga hasil investasinya di akhir masa kepesertaan.

Pembiayaan perumahan kepada peserta dilakukan dengan urutan prioritas berdasarkan kriteria:

  1. Lamanya masa kepesertaan
  2. Tingkat kelancaran membayar simpanan
  3. Tingkat urgensi kepemilikan rumah
  4. Ketersediaan dana pemanfaatan

Kewajiban Pemberi Kerja

Pemberi kerja atau perusahaan berkewajiban untuk:

  1. Mendaftarkan pekerja untuk bergabung menjadi peserta program Tapera
  2. Melakukan pemungutan simpanan yang menjadi tanggung jawab pekerja sebagai peserta melalui pemotongan gaji atau upah
  3. Menyetorkan hasil pemungutan simpanan yang menjadi tanggung jawab pekerja dan pemberi kerja disertai dengan daftar perincian pembayaran sesuai dengan waktu yang ditetapkan
  4. Melakukan pemutakhiran data kepesertaan pekerja
  5. Menyimpan seluruh laporan daftar perincian pembayaran simpanan yang menjadi tanggung jawab Pekerja dan Pemberi Kerja

Pelanggaran yang dilakukan pemberi kerja dalam menjalankan kewajibannya akan dikenakan sanksi administrasi oleh BP Tapera, berupa:

  1. Peringatan tertulis
  2. Mempublikasikan ketidakpatuhan Pemberi Kerja
  3. Mengusulkan sanksi kepada otoritas yang berwenang untuk mengenakan sanksi termasuk sampai dengan pencabutan izin
  4. Denda administrasi

Sanksi

BP Tapera dapat memberikan sanksi administrasi kepada setiap orang yang melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Tapera, yaitu berupa:

  1. Peringatan tertulis
  2. Surat usulan kepada otoritas yang berwenang untuk mengenakan sanksi sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh Undang–Undang masing-masing lembaga
  3. Denda administrasi

Masa Tapera Berlaku Efektif

Ketentuan lebih lanjut mengenai hal-hal teknis, akan diatur dalam Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Keputusan Presiden dan Peraturan BP Tapera dalam jangka waktu dua (2) tahun. Direktur Jenderal Kementerian bidang pembiayaan perumahan, Maurin Sitorus menyebutkan bahwa Program Tapera mulai berlaku efektif di Tahun 2018.

Sumber :

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Tabungan Perumahan Rakyat

http://www.kemendagri.go.id/media/documents/2016/05/03/u/u/uu0042016.pdf

Info lebih lanjut untuk rujukan lebih lengkap / rinci terkait Newsletter GASI NL-066-0516 dapat Bapak/Ibu akses melalui:

GASI Website : http://www.ptgasi.co.id
GASI Facebook Account : https://www.facebook.com/pages/PT-Gunatronikatama-Cipta-GASI/1447557985513081?
GASI LinkedIn Account : https://www.linkedin.com/company/pt-gunatronikatama-cipta-gasi-?
GASI Twitter Account : https://twitter.com/PTGASI

 

TANGGAL 1 JULI 2016 BAYAR PAJAK HARUS DENGAN e-BILLING

$
0
0
Tinggal sebulan lagi, Wajib Pajak harus membayar pajak dengan menggunakan Billing System atau lebih populer dengan istilah e-Billing efektif per 1 Juli 2016. Melalui e-Billing, pembayaran pajak dapat dilakukan secara elektronik dengan menggunakan Kode Billing berupa lima belas (15) digit kode angka yang diterbitkan melalui Sistem Billing Pajak. Untuk itu, kepada semua Wajib Pajak disarankan untuk segera mencoba menggunakan e-Billing dalam membayar pajaknya, agar per 1 Juli 2016 sudah terbiasa bayar pajak dengan e-Billing dan memenuhi kewajiban perpajakannya tanpa kendala serta terhindar dari sanksi-sanksi perpajakan jika tidak memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai aturan yang berlaku.

Ada dua (2) tahapan yang harus dilalui untuk melakukan pembayaran pajak dengan e-Billing, yaitu:

  1. Buat Kode Billing
  2. Bayar Kode Billing yang telah dibuat

Untuk membuat Kode Billing, Wajib Pajak dapat memperolehnya dengan tujuh (7) cara yaitu:

  1. Melalui Customer Service / Teller Bank dan Kantor Pos (saat ini Bank yang melayani adalah Bank BRI, BNI, Mandiri, BCA dan Citibank sedangkan untuk Bank lainnya masih dalam tahap pengembangan system
  2. Melalui Kring Pajak 1500200 (untuk saat ini hanya melayani Wajib Pajak Orang Pribadi)
  3. Melalui SMS ID Billing *141*500# (saat ini sudah dapat diakses oleh pelanggan Telkomsel)
  4. Melalui Layanan Billing di KPP / KP2KP secara mandiri
  5. Melalui Website Surat Setoran Elektronik dengan alamat htps://sse.pajak.go.id dan htps://sse2.pajak.go.id
  6. Melalui Internet Banking (saat ini sudah dapat diakses oleh nasabah BRI)
  7. Melalui Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) – (saat ini sudah dapat diakses di online-pajak.com)

Pembuatan Kode Billing melalui Teller Bank / Kantor Pos Persepsi

Selain melalui layanan aplikasi elektronik e-Billing DJP Online, SMS USSD Ponsel dan Internet Banking, Kode Billing juga dapat dibuat melalui Teller. Melalui mekanisme ini, Kode Billing akan dibuat oleh Teller sesuai dengan keterangan yang diberikan Wajib Pajak.

Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

  1. Wajib Pajak menyerahkan Surat Setoran Pajak (SSP) yang sudah diisi kepada Teller
  2. Teller akan merekam informasi pembayaran yang tertera dalam Surat Setoran Pajak (SSP) untuk menerbitkan Kode Billing
  3. Teller akan menyerahkan cetakan Kode Billing kepada Wajib Pajak
  4. Wajib pajak meneliti cetakan Kode Billing tersebut dan memastikan bahwa informasi yang ada sudah benar
  5. Wajib Pajak menandatangani bukti penerbitan Kode Billing dan serahkan kepada Teller

Pelaksanaan metode pembuatan Kode Billing ini, disesuaikan dengan kebijakan masing-masing Bank / Kantor Pos Persepsi. Pastikan Bank / Kantor Pos Persepsi tersebut melayani pembuatan Kode Billing dengan metode ini.

Setelah Kode Billing dibuat, Kode Billing tersebut dapat dibayar dengan cara:

  1. Melalui Teller Bank dan Kantor Pos
  2. Melalui ATM
  3. Melalui Mini ATM yang terdapat di seluruh KPP dan KP2KP (untuk saat ini sudah dapat dilayani untuk nasabah Bank BRI, BNI dan Mandiri)
  4. Internet Banking
  5. Mobile Banking (untuk saat ini sudah dapat dilayani untuk nasabah Bank BPD Bali)
  6. Melalui Agen Branchless Banking (untuk saat ini sudah dapat dilayani melalui BRILink)

Daftar bank beserta layanan pembayaran e-Billing yang disediakan dan tata caranya, dapat dilihat selengkapnya pada tautan berikut ini: http://www.pajak.go.id/e-billing atau dapat juga dengan cara menghubungi Bank kepercayaan Anda terdekat dan dapatkan informasi tentang saluran-saluran pembayaran lainnya melalui e-Billing di Bank-Bank tersebut.

e-billing

Sumber :

http://www.pajak.go.id/content/article/siap-siap-1-juli-2016-bayar-pajak-harus-dengan-e-billing

Info lebih lanjut untuk rujukan lebih lengkap / rinci terkait Newsletter GASI NL-067-0616 dapat Bapak/Ibu akses melalui:

GASI Website : http://www.ptgasi.co.id
GASI Facebook Account : https://www.facebook.com/pages/PT-Gunatronikatama-Cipta-GASI/1447557985513081?
GASI LinkedIn Account : https://www.linkedin.com/company/pt-gunatronikatama-cipta-gasi-?
GASI Twitter Account : https://twitter.com/PTGASI

 

SIARAN PERS NO. 31/KLI/2016 TENTANG KENAIKAN PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK

$
0
0
Pemerintah memutuskan menaikkan besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebesar 50% dibandingkan besaran PTKP yang berlaku sejak Tahun 2015. Dengan demikian, seluruh Wajib Pajak baik perusahaan maupun perorangan sudah dapat menyesuaikan perhitungan besaran pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 maupun besaran PPh terutang dengan menggunakan PTKP yang baru untuk Tahun Pajak 2016 dan sesudahnya. Rincian perubahan besaran PTKP adalah sebagai berikut:
Besaran PTKP Tahun 2015 (Rp) Tahun 2016 (Rp) Persentase Kenaikan
Diri WP Orang Pribadi Rp36.000.000,- Rp54.000.000,- 50%
Tambahan untuk WP Kawin Rp3.000.000,- Rp4.500.000,-
Tambahan untuk istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami Rp36.000.000,- Rp54.000.000,-
Tambahan untuk setiap tanggungan Rp3.000.000,- Rp4.500.000,-

Penyesuaian besaran PTKP mulai diberlakukan sejak Januari 2016. Penyesuaian PTKP ini akan berdampak baik pada sisi penerimaan pajak maupun pada perekonomian secara luas. Dari sisi penerimaan pajak, kenaikan PTKP berarti akan menurunkan nilai Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang selanjutnya akan berpotensi terjadinya penurunan penerimaan PPh Orang Pribadi dibandingkan proyeksi penerimaan sebelum dilakukan penyesuaian. Namun demikian, penurunan ini akan terkompensasi oleh adanya peningkatan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan PPh Badan. Hal ini disebabkan adanya penambahan tax base dari ketiga jenis pajak tersebut.

Meskipun kenaikan PTKP mempunyai potensi penurunan pertumbuhan penerimaan pajak, akan tetapi dari sisi ekonomi makro diharapkan kenaikan PTKP ini akan memberikan dampak positif, terutama dalam meningkatkan daya beli masyarakat. Penyesuaian PTKP akan mendorong naiknya pendapatan siap belanja (disposable income) yang selanjutnya akan meningkatkan permintaan agregat baik melalui konsumsi rumah tangga maupun investasi. Di samping itu, dari sektor riil diharapkan dengan kebijakan ini akan memberikan tambahan serapan tenaga kerja dan mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan. Oleh karena itu, kebijakan kenaikan PTKP ini diharapkan dapat menjadi stimulus tambahan bagi perekonomian nasional di paruh kedua Tahun 2016 dan tahun berikutnya.

Kebijakan penyesuaian PTKP dilatarbelakangi oleh kondisi perekonomian yang menunjukkan kecenderungan perlambatan sejak Tahun 2013. Hingga pada Triwulan I Tahun 2016 perekonomian hanya tumbuh sebesar 4,9%. Kinerja ekonomi Negara mitra dagang utama yang melambat, seperti Amerika Serikat dan Tiongkok menjadi salah satu faktor perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) Tahun 2016 pertumbuhan ekonomi disepakati 5,2%. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tersebut, perlu ditopang salah satunya oleh tingkat konsumsi masyarakat yang stabil. Dalam kaitan ini, PTKP diharapkan menjadi salah satu faktor yang menjaga daya beli masyarakat.

Sebagai bagian pendapatan masyarakat yang digunakan untuk konsumsi pokok, PTKP berkaitan erat dengan Upah Minimum Provinsi (UMP) / Upah Minimum Kabupaten (UMK) dengan basis perhitungannya berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL). UMP/UMK dapat dijadikan sebagai salah satu indikator dalam pengambilan kebijakan ini.

Besaran UMP Tahun 2016 berkisar antara Rp17,1 Juta per tahun di NTT hingga Rp37,2 Juta per tahun di DKI Jakarta. Sementara itu, di beberapa provinsi tidak menetapkan UMP melainkan menetapkan UMK untuk masing-masing kota/kabupaten. Penyesuaian UMP dan UMK telah terjadi dalam beberapa tahun terakhir di hampir semua daerah. Kenaikan rata-rata UMP 2016 sebesar 11,95% dibandingkan UMP Tahun  2015. Kabupaten Karawang memiliki UMK terbesar saat ini yaitu berkisar Rp39,6 Juta per tahun, telah melebihi besaran PTKP untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang saat ini berlaku.

Sumber :

http://www.kemenkeu.go.id/SP/penghasilan-tidak-kena-pajak

Info lebih lanjut untuk rujukan lebih lengkap / rinci terkait Newsletter GASI NL-068-0616 dapat Bapak/Ibu akses melalui:

GASI Website : http://www.ptgasi.co.id
GASI Facebook Account : https://www.facebook.com/pages/PT-Gunatronikatama-Cipta-GASI/1447557985513081?
GASI LinkedIn Account : https://www.linkedin.com/company/pt-gunatronikatama-cipta-gasi-?
GASI Twitter Account : https://twitter.com/PTGASI

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP) TAHUN 2016

$
0
0

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 101 /PMK.010/2016

TENTANG

PENYESUAIAN BESARNYA PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)

Pasal 1

Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) disesuaikan menjadi sebagai berikut:

a. Rp54.000.000,- (lima puluh empat juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi

b. Rp4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin

c. Rp54.000.000,- (lima puluh empat juta rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008

d. Rp4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.

Pasal 2

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penghitungan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk Wajib Pajak Orang Pribadi diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 3

Ketentuan mengenai penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 mulai berlaku pada Tahun Pajak 2016.

Pasal 4

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 5

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 27 Juni 2016.

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 102 /PMK.010/2016

TENTANG

PENETAPAN BAGIAN PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN

DARI PEGAWAI HARIAN DAN MINGGUAN SERTA PEGAWAI TIDAK TETAP

LAINNYA YANG TIDAK DIKENAKAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN

 

Pasal 1

Batas penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh pegawai harian dan mingguan, serta pegawai tidak tetap lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 sampai dengan jumlah Rp450.000,- (empat ratus lima puluh ribu rupiah) sehari tidak dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan.

Pasal 2

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 tidak berlaku dalam hal:

a. Penghasilan bruto dimaksud jumlahnya melebihi Rp4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah) sebulan.

b. Penghasilan dimaksud dibayar secara bulanan.

Pasal 3

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dan Pasal 2 tidak berlaku atas penghasilan berupa honorarium atau komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dan petugas dinas luar asuransi.

Pasal 4

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penghitungan Pajak Penghasilan bagi pegawai harian dan mingguan serta pegawai tidak tetap lainnya, diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 5

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152/PMK.010/2015 tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 6

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 27 Juni 2016.

Sumber :

http://www.sjdih.kemenkeu.go.id/Ind/

Info lebih lanjut untuk rujukan lebih lengkap / rinci terkait Newsletter GASI NL-069-0716 dapat Bapak/Ibu akses melalui:

GASI Website : http://www.ptgasi.co.id
GASI Facebook Account : https://www.facebook.com/pages/PT-Gunatronikatama-Cipta-GASI/1447557985513081?
GASI LinkedIn Account : https://www.linkedin.com/company/pt-gunatronikatama-cipta-gasi-?
GASI Twitter Account : https://twitter.com/PTGASI

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER – 16/PJ/2016 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA DAN KEGIATAN ORANG PRIBADI

$
0
0
Penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak terhitung mulai Tanggal 1 Januari 2016 telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak dan bagian mengenai penghasilan sehubungan dengan pekerjaan dari pegawai harian dan mingguan serta pegawai tidak tetap lainnya yang tidak dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.010/2016 tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan.

Berdasarkan pertimbangan atas perubahan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak tersebut, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 24 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi dan ketentuan Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.010/2016 tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan, maka Direktur Jenderal Pajak menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi yang tertuang di dalam Peraturan Direktur Jenderal nomor PER-16/PJ/2016 tentang pedoman teknis tata cara pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak penghasilan pasal 21 dan/atau pajak penghasilan pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan orang pribadi.

Perubahan-perubahan yang terdapat pada PER-16/PJ/2016 antara lain:

BAB V DASAR PENGENAAN DAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 DAN/ATAU PPh PASAL 26
Pasal 9

(1) Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut:
a. Penghasilan Kena Pajak, yang berlaku bagi:
1. Pegawai Tetap;
2. Penerima Pensiun Berkala;
3. Pegawai Tidak Tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi Rp4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah);
4. Bukan Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan.
b. Jumlah penghasilan yang melebihi Rp450.000,- (empat ratus lima puluh ribu rupiah) sehari, yang berlaku bagi Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi Rp4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah);
c. 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi Bukan Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c yang menerima imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan;
d. Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain penerima penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b dan huruf c.
(2) Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 26 adalah jumlah penghasilan bruto.

 

Pasal 11

(1) Besarnya PTKP per tahun adalah sebagai berikut:
a. Rp54.000.000,- (lima puluh empat juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
b. Rp4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
c. Rp4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
(2) PTKP per bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf c adalah PTKP per tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagi 12 (dua belas), sebesar:
a. Rp4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
b. Rp375.000,- (tiga ratus tujuh puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
c. Rp375.000,- (tiga ratus tujuh puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
(3) Besarnya PTKP bagi karyawati berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Bagi karyawati kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri;
b. Bagi karyawati tidak kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
(4) Dalam hal karyawati kawin dapat menunjukkan keterangan tertulis dari Pemerintah Daerah setempat serendah-rendahnya kecamatan yang menyatakan bahwa suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya PTKP adalah PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk status kawin dan PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
(5) Besarnya PTKP ditentukan berdasarkan keadaan pada awal tahun kalender.
(6) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), besarnya PTKP untuk pegawai yang baru datang dan menetap di Indonesia dalam bagian tahun kalender ditentukan berdasarkan keadaan pada awal bulan dari bagian tahun kalender yang bersangkutan.

 

Pasal 12

(1) Atas penghasilan bagi Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas yang tidak dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatifnya dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi Rp4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah), berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, dalam hal penghasilan sehari atau rata-rata penghasilan sehari belum melebihi Rp450.000,- (empat ratus lima puluh ribu rupiah);
b. Dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, dalam hal penghasilan sehari atau rata-rata penghasilan sehari melebihi Rp450.000,- (empat ratus lima puluh ribu rupiah) dan jumlah sebesar Rp450.000,- (empat ratus lima puluh ribu rupiah) tersebut merupakan jumlah yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
(2) Rata-rata penghasilan sehari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah rata-rata upah mingguan, upah satuan, atau upah borongan untuk setiap hari kerja yang digunakan.
(3) Dalam hal Pegawai Tidak Tetap telah memperoleh penghasilan kumulatif dalam 1 (satu) bulan kalender melebihi Rp4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah) maka jumlah yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebesar PTKP yang sebenarnya.
(4) PTKP yang sebenarnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah sebesar PTKP untuk jumlah hari kerja yang sebenarnya.
(5) PTKP sehari sebagai dasar untuk menetapkan PTKP yang sebenarnya adalah sebesar PTKP per tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dibagi 360 (tiga ratus enam puluh) hari.
(6) Dalam hal berdasarkan ketentuan di bidang ketenagakerjaan diatur kewajiban untuk mengikutsertakan Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas dalam program jaminan hari tua atau tunjangan hari tua, maka iuran jaminan hari tua atau iuran tunjangan hari tua yang dibayar sendiri oleh Pegawai Tidak Tetap kepada badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja atau badan penyelenggara tunjangan hari tua, dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

 

Pasal 15

(1) Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan dan uang saku harian, sepanjang penghasilan tidak dibayarkan secara bulanan, tarif lapisan pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan diterapkan atas:
a. Jumlah penghasilan bruto sehari yang melebihi Rp450.000,- (empat ratus lima puluh ribu rupiah); atau
b. Jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP yang sebenarnya, dalam hal jumlah penghasilan kumulatif dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi Rp4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah).
(2) Dalam hal jumlah penghasilan kumulatif dalam satu bulan kalender telah melebihi Rp 10.200.000,- (sepuluh juta dua ratus ribu rupiah), PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan atas jumlah Penghasilan Kena Pajak yang disetahunkan.

 

BAB X KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 27

Dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak, maka penghitungan PPh Pasal 21 untuk Tahun Pajak 2016 berlaku ketentuan sebagai berikut:

a. Penghitungan dan penyetoran PPh Pasal 21 serta pelaporan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21 untuk Tahun Pajak 2016 dihitung dengan menggunakan Penghasilan Tidak Kena Pajak berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016;
b. PPh Pasal 21 untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Juni yang telah dihitung, disetor dan dilaporkan dengan menggunakan Penghasilan Tidak Kena Pajak berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015 dilakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21 dan dalam hal terdapat kelebihan setor, maka dapat dikompensasikan mulai Masa Pajak Juli 2016
c. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang pada pembetulan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21 Masa Pajak Januari sampai dengan Juni 2016 sebagaimana dimaksud pada huruf b dilakukan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

 

BAB X KETENTUAN PENUTUP
Pasal 28

Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Sumber :

http://ortax.org/ortax/?mod=aturan&hlm=1&page=show&id=16133

http://www.ortax.org/ortax/?mod=forum&page=show&idtopik=65455&list=#

Info lebih lanjut untuk rujukan lebih lengkap / rinci terkait Newsletter GASI NL-070-1016 dapat Bapak/Ibu akses melalui:

GASI Website : http://www.ptgasi.co.id
GASI Facebook Account : https://www.facebook.com/pages/PT-Gunatronikatama-Cipta-GASI/1447557985513081?
GASI LinkedIn Account : https://www.linkedin.com/company/pt-gunatronikatama-cipta-gasi-?
GASI Twitter Account : https://twitter.com/PTGASI

 

PEMBAYARAN IURAN NOVEMBER & DESEMBER SERTA PERHITUNGAN RINCIAN SALDO JAMINAN HARI TUA (RSJHT) Tahun 2016

$
0
0
Berdasarkan Surat Edaran Nomor B/3235/112016 perihal Pembayaran Iuran November dan Desember 2016 serta Perhitungan Rincian Saldo Jaminan Hari Tua (RSJHT) Tahun 2016. Dalam upaya peningkatan pelayanan kepada peserta dan penyelesaian perhitungan Saldo Jaminan Hari Tua di Bulan Desember 2016 maka disampaikan beberapa hal sebagai berikut:
  • Untuk tertib administrasi kepesertaan, pelaporan Data Upah dan Mutasi Tenaga Kerja (Formulir 1a, 1b, dan 2a) yang telah diisi secara lengkap untuk Tahun 2016 diharapkan sudah BPJS Ketenagakerjaan terima paling lambat Tanggal 28 Desember 2016
  • BPJS Ketenagakerjaan mengharapkan khusus untuk Pembayaran Iuran:
    Bulan November 2016 dibayarkan pada Bulan November 2016 dan efektif masuk ke rekening BPJS Ketenagakerjaan paling lambat Tanggal 28 November 2016
    Bulan Desember Tahun 2016 dibayarkan pada Bulan Desember 2016 dan efektif masuk ke rekening BPJS Ketenagakerjaan paling lambat pada Tanggal 28 Desember 2016 karena perhitungan Saldo Jaminan Hari Tua dihitung dengan prinsip Cash Basic sehingga BPJS Ketenagakerjaan dapat menyajikan perhitungan Rincian Saldo Jaminan Hari Tua (RSJHT) Tahun 2016 secara lengkap 12 (dua belas) Bulan.
  • Tenaga kerja di perusahaan Bapak/Ibu dapat melihat Rincian Saldo Jaminan Hari Tua melalui Website http://bpjsketenagakerjaan.go.id/ atau Aplikasi Smartphone: melalui Apple Store/ Google Play: Search & Download: BPJSTK Mobile.
  • Jika membutuhkan informasi lebih lanjut, Bapak/ Ibu dapat menghubungi Relationship Officer BPJS Ketenagakerjaan.

Sumber :
http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/

Info lebih lanjut untuk rujukan lebih lengkap / rinci terkait Newsletter GASI NL-071-1116 dapat Bapak/Ibu akses melalui:

GASI Website    :    http://www.ptgasi.co.id
GASI Facebook Account    :    https://www.facebook.com/pages/PT-Gunatronikatama-Cipta-GASI/1447557985513081?
GASI Linkedin Account    :    https://www.linkedin.com/company/pt-gunatronikatama-cipta-gasi-? 
GASI Twitter Account    :    https://twitter.com/PTGASI

SURAT KEPUTUSAN BERSAMA TERKAIT HARI LIBUR NASIONAL DAN CUTI BERSAMA TAHUN 2021

$
0
0

TANGGAL NEWSLETTER:

5 Januari 2021

 

IMPLIKASI PERUBAHAN:

  1. Perhitungan Rapel dan Prorata Gaji Pokok bagi Perusahaan yang menggunakan Perhitungan Upah berdasarkan Hari Kerja (Work Days).
  2. Perhitungan Lembur pada masing-masing Hari Libur dan Cuti Bersama Tahun 2021.

 

SUMBER INFORMASI:

  1. Surat Keputusan Bersama Menteri Agama Nomor 642 Tahun 2020;
  2. Surat Keputusan Bersama Menteri Ketenagakerjaan Nomor 04 Tahun 2020; dan
  3. Surat Keputusan Bersama Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 04 Tahun 2020.

 

RUJUKAN: 

  1. Surat Keputusan Bersama Menteri Agama Nomor 642 Tahun 2020;
  2. Surat Keputusan Bersama Menteri Ketenagakerjaan Nomor 04 Tahun 2020; dan
  3. Surat Keputusan Bersama Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 04 Tahun 2020.

RINGKASAN ISI:

Berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama Nomor 642 Tahun 2020, Menteri Ketenagakerjaan Nomor 04 Tahun 2020 dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara & Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 04 Tahun 2020 terkait Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2021, disampaikan bahwa dalam rangka efisiensi dan efektivitas hari kerja serta memberi pedoman bagi instansi pemerintah dan swasta dalam melaksanakan Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2021 maka disampaikan beberapa hal sebagai berikut:

1. Menetapkan Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2021:

A. Hari Libur Nasional Tahun 2021

NO TANGGAL HARI KETERANGAN
1 1 Januari Jumat Tahun Baru 2021 Masehi
2 12 Februari Jumat Tahun Baru Imlek 2572 Kongzili
3 11 Maret Kamis Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW
4 14 Maret Minggu Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1943
5 2 April Jumat Wafat Isa Al Masih
6 1 Mei Sabtu Hari Buruh Internasional
7 13 Mei Kamis Kenaikan Isa Al Masih
8 13-14 Mei Kamis-Jumat Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah
9 26 Mei Rabu Hari Raya Waisak 2565
10 1 Juni Selasa Hari Lahir Pancasila
11 20 Juli Selasa Hari Raya Idul Adha 1442 Hijriah
12 10 Agustus Selasa Tahun Baru Islam 1443 Hijriah
13 17 Agustus Selasa Hari Kemerdekaan Republik Indonesia
14 19 Oktober Selasa Maulid Nabi Muhammad SAW
15 25 Desember Sabtu Hari Raya Natal

 

B. Cuti Bersama Tahun 2021

NO TANGGAL HARI KETERANGAN
1 12 Maret Jumat Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW
2 12, 17, 18, dan 19 Mei Rabu, Senin, Selasa, dan Rabu Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah
3 24 dan 27 Desember Jumat dan Senin Hari Raya Natal

 

2. Penetapan Tanggal 1 Ramadan 1442 Hijriah, Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah dan Hari Raya Idul Adha 1442 Hijriah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Agama.

3. Unit kerja/satuan organisasi/lembaga/perusahaan yang berfungsi memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat di tingkat pusat dan/atau daerah yang mencakup kepentingan masyarakat luas, seperti rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, lembaga yang memberikan pelayanan telekomunikasi, listrik, air minum, pemadam kebakaran, keamanan dan ketertiban, perbankan, perhubungan, dan unit kerja/satuan organisasi/lembaga/perusahaan lain yang sejenis, agar mengatur penugasan pegawai/karyawan/pekerja pada Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2021 sebagaimana sesuai dengan poin kesatu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

4. Pelaksanaan Cuti Bersama sebagaimana dimaksud dalam poin kesatu mengurangi hak cuti tahunan pegawai/karyawan/pekerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku pada setiap unit kerja/satuan organisasi/lembaga/perusahaan.

5. Pelaksanaan Cuti Bersama bagi Pegawai Negeri Sipil dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

6. Pelaksanaan Cuti Bersama sebagaimana dimaksud dalam poin kesatu bagi lembaga/instansi swasta diatur oleh pimpinan masing-masing.

INSENTIF PAJAK UNTUK WAJIB PAJAK YANG TERDAMPAK PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019

$
0
0

TANGGAL NEWSLETTER:
3 Februari 2021

IMPLIKASI PERUBAHAN:
1. Pemberian Fasilitas PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) masa Januari s.d. Juni 2021 untuk Pegawai dengan kriteria tertentu.
2. Pemberian Fasilitas PPh Final Ditanggung Pemerintah (DTP) masa Januari s.d. Juni 2021 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu.

SUMBER INFORMASI:
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 9/PMK.03/2021 tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019

RUJUKAN:
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 9/PMK.03/2021 tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019

RINGKASAN ISI:
Pemerintah memperpanjang Insentif Pajak pada PMK Nomor 9/PMK.03/2021 untuk membantu Wajib Pajak menghadapi dampak pandemi Covid-19 hingga Tanggal 30 Juni 2021. Ketentuan ini terbit menggantikan PMK-86/PMK.03/2020 dan PMK-110/PMK.03/2020 yang mengatur tentang pemberian Insentif Pajak.

Detail insentif yang diberikan Menteri Keuangan dalam ketentuan ini adalah sebagai berikut:
A. Insentif PPh Pasal 21

1. Fasilitas Insentif PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) dapat dimanfaatkan sejak Masa Pajak pemberitahuan kepada DJP atau pada saat perusahaan telah terdaftar/disetujui oleh DJP sebagai perusahaan yang berhak menerima manfaat Insentif PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) (Masa Januari s.d. Juni 2021) diberikan atas penghasilan Pegawai dengan kriteria:

a. Menerima atau memperoleh Penghasilan dari Pemberi Kerja yang:
1. Memiliki kode Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) sebagaimana tercantum dalam Lampiran Kode Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) pada PMK Nomor 9/PMK.03/2021 yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2019 atau pembetulan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2019 yang telah dilaporkan, bagi pemberi kerja yang memiliki kewajiban penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2019 dalam hal kode Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) sama dengan data yang terdapat dalam administrasi perpajakan (KLU juga dapat dicek melalui Menu KSWP pada Website DJP Online dengan memilih Fasilitas Insentif PPh Ditanggung Pemerintah (DTP));
2. Telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE; atau
3. Telah mendapatkan izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB;

b. Memiliki NPWP; dan

c. Pada Masa Pajak yang bersangkutan menerima atau memperoleh Penghasilan Bruto yang bersifat tetap dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).
Penafsiran “Disetahunkan” sesuai informasi dari Narasumber GASI dan Kring Pajak dalam Poin #c adalah Penghasilan Tetap dan Teratur di Bulan berjalan yang dikalikan dengan dua belas (12) baik untuk Karyawan Baru Mulai Bekerja pada tahun berjalan, Karyawan Baru Mulai Bekerja yang memiliki Penghasilan dan/atau Pajak Masa Sebelumnya, Karyawan Dipindahtugaskan (Mutasi), Karyawan Berhenti Bekerja dan Penghitungan pada Akhir Masa Pajak.

2. PPh Ditanggung Pemerintah (DTP) harus dibayarkan secara tunai oleh Pemberi Kerja pada saat pembayaran penghasilan kepada Pegawai dan tidak diperhitungkan sebagai Penghasilan yang dikenakan pajak.
3. Dalam hal Pegawai yang menerima Insentif PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) menyampaikan SPT Tahunan Orang Pribadi Tahun Pajak 2021 dan menyatakan kelebihan pembayaran, kelebihan pembayaran yang berasal dari PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) tidak dapat dikembalikan.
4. Untuk mendapatkan manfaat insentif ini, Pemberi Kerja yang memenuhi kriteria wajib menyampaikan Pemberitahuan dengan (Lampiran C). Pemberitahuan pemanfaatan Insentif PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) baik untuk pusat maupun cabang dilakukan oleh Wajib Pajak Berstatus Pusat.
5. Jika tidak memenuhi kriteria, Kepala KPP dalam jangka waktu lima (5) hari kerja menerbitkan surat pemberitahuan tidak berhak memanfaatkan Insentif PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) (Lampiran D).
6. Pemberi kerja wajib menyampaikan Laporan Realisasi PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id dengan mengunakan Lampiran E.
7. Atas PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) yang dilaporkan, wajib dibuatkan Surat Setoran Pajak (SSP) atau Cetakan Kode Billing dibubuhi cap/tulisan “PPh PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR …/PMK.03/2021” oleh Pemberi Kerja.
8. Laporan Realisasi dilampiri dengan Surat Setoran Pajak (SSP) atau cetakan kode billing disampaikan oleh Pemberi Kerja paling lambat Tanggal 20 Bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

B. Insentif Untuk PPh Final berdasarkan PP No. 23 Tahun 2018:
1. Fasilitas PPh Final Ditanggung Pemerintah (DTP) (Masa Januari s.d. Juni 2021) untuk Wajib Pajak yang berhak mendapatkan Insentif PPh Final Ditanggung Pemerintah (DTP) adalah Wajib Pajak yang memiliki Peredaran Bruto tertentu & dikenai PPh Final berdasarkan PP No. 23 Tahun 2018
2. Atas PPh Final Ditanggung Pemerintah (DTP) yang dilaporkan, wajib dibuatkan Surat Setoran Pajak (SSP) atau Cetakan Kode Billing dibubuhi cap/tulisan “PPh FINAL DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR …/PMK.03/2021” oleh Pemberi Kerja.
3. Wajib Pajak yang memanfaatkan Insentif PPh Final wajib menyampaikan Laporan Realisasi yang disampaikan paling lambat setiap Tanggal 20 Bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.
4. Pemberi Kerja dapat menyampaikan pembetulan atas Laporan Realisasi PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) paling lambat akhir bulan berikutnya setelah batas waktu pelaporan. Pembetulan laporan Realisasi dapat menggunakan format Lampiran Formulir Laporan Realisasi PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP).
5. Penyampaian Laporan Realisasi bagi Wajib Pajak yang belum memiliki Surat Keterangan, dapat diperlakukan sebagai pengajuan Surat Keterangan dan Wajib Pajak tersebut dapat diterbitkan Surat Keterangan sepanjang memenuhi persyaratan dalam Peraturan Menteri yang mengatur mengenai pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto tertentu.

Pemberi Kerja atau Wajib Pajak yang telah menyampaikan pemberitahuan pemanfaatan Insentif PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) berdasarkan PMK Nomor 23/PMK.03/2020, PMK Nomor 44/PMK.03/2020 dan PMK Nomor 86/PMK.03/2020 Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019, harus menyampaikan kembali permohonan dan/atau pemberitahuan berdasarkan Peraturan Menteri ini untuk dapat memanfaatkan Insentif Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
Pemberi Kerja atau Wajib Pajak dapat memanfaatkan Insentif PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) sejak Masa Januari 2021 dengan menyampaikan pemberitahuan pemanfaatan Insentif PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) sampai dengan Tanggal 15 Februari 2021. Di samping itu, Pemberi Kerja yang telah menyampaikan pemberitahuan Insentif PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, atau huruf c pada Pasal 19 di PMK Nomor 9/PMK.03/2021 dan belum menyampaikan Laporan Realisasi dapat menyampaikan Laporan Realisasi paling lambat Tanggal 28 Februari 2021 untuk dapat memanfaatkan Insentif PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) Tahun Pajak 2020.

PERUBAHAN BATAS UPAH MAKSIMUM PERHITUNGAN IURAN JAMINAN PENSIUN TAHUN 2021

$
0
0

TANGGAL NEWSLETTER:

23 Februari 2021

 

IMPLIKASI PERUBAHAN:

  1. Penurunan Batasan Upah Jaminan Pensiun akan berlaku mulai Bulan Maret 2021
  2. Terdapat perubahan nilai potongan JP Karyawan untuk Gaji di atas Rp8.939.700,- per bulan maksimum iuran sebesar Rp87.546,- artinya berkurang Rp1.851,-

 

SUMBER INFORMASI:

Surat Edaran BPJS Ketenagakerjaan No. B/0246/022021

 

RUJUKAN: 

Surat Edaran BPJS Ketenagakerjaan No. B/0246/022021

 

RINGKASAN ISI:

Menindaklanjuti ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun (JP), khususnya yang berkaitan dengan besaran upah tertinggi untuk pelaporan upah tenaga kerja kepada BPJS Ketenagakerjaan dan besaran manfaat pensiun serta Surat Direktur Perluasan Kepesertaan Nomor B/0246/022021 tanggal 16 Februari 2021 Perihal Sosialisasi Ketentuan Manfaat dan Batas Upah Tertinggi Jaminan Pensiun Tahun 2021, maka disampaikan hal-hal sebagai berikut:

  1. Sesuai Pasal 18 ayat (3) “BPJS Ketenagakerjaan setiap tahunnya menyesuaikan besaran upah tertinggi dengan menggunakan faktor pengali sebesar satu (1) ditambah tingkat pertumbuhan tahunan Produk Domestik Bruto tahun sebelumnya”.
  2. Sesuai Pasal 29 ayat (4) “BPJS Ketenagakerjaan menetapkan dan mengumumkan penyesuaian batas upah tersebut paling lama satu (1) bulan setelah lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang statistik mengumumkan data Produk Domestik Bruto”.
  3. Badan Pusat Statistik (BPS) telah mengumumkan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia Tahun 2020 sebesar -2,07% (Berita Resmi Statistik BPS Nomor 13/02/Th.XXIV tanggal 5 Februari 2021).
  4. Manfaat Pensiun Minimum yang sebelumnya sebesar Rp350.700,- menjadi Rp356.600,- per bulan.
  5. Manfaat Pensiun Maximum yang sebelumnya sebesar Rp4.207.200,- menjadi Rp4.277.900,- per bulan
  6. Ketentuan Manfaat Pensiun ini akan berlaku mulai Bulan 1 Februari 2021.
  7. Batas paling tinggi upah sebagai dasar perhitungan Iuran Jaminan Pensiun (JP) yang sebelumnya sebesar Rp8.939.700,- menjadi Rp8.754.600,- per bulan.
  8. Ketentuan penyesuaian batas paling tinggi upah program Jaminan Pensiun (JP) Tahun 2021 akan berlaku mulai Bulan Maret 2021. Sementara menunggu penetapan KEPDIR, kepada Kanwil/Kacab/KCP.

Untuk informasi lebih lengkap dapat dilihat dalam Surat Edaran BPJS Ketenagakerjaan Nomor B/0246/022021.

 

Lebih lanjut untuk rujukan lebih lengkap/rinci terkait Newsletter GASI NL-146-0221 dapat Bapak/Ibu akses melalui:

GASI Website : http://www.ptgasi.co.id
GASI Facebook Account : https://www.facebook.com/pages/PT-Gunatronikatama-Cipta-GASI/144755798551/
GASI LinkedIn Account : https://www.linkedin.com/company/pt-gunatronikatama-cipta-gasi-/
GASI Twitter Account : https://twitter.com/PTGASI

 

 

PEMBERITAHUAN SYARAT DAN TATA CARA PELAPORAN PEMBERHENTIAN KEPESERTAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN YANG MENGALAMI PHK DAN SELAIN PHK

$
0
0

TANGGAL NEWSLETTER:

12 Maret 2021

 

IMPLIKASI PERUBAHAN:

  1. Proses Penonaktifan Pekerja pada BPJS Kesehatan harus melampirkan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak dari Pimpinan Perusahaan & Surat Usulan Penonaktifan Pekerja.
  2. Proses Penonaktifan Pekerja pada BPJS Kesehatan selain melalui e-Dabu juga harus mengirimkan Lampiran Surat dan mendapatkan approval dari RO BPJS Kesehatan.
  3. Perubahan cut off Penonaktifan Pekerja pada Payroll Activities.
  4. Pengiriman instruksi terminasi yang telah melewati cut off Penonaktifan Pekerja akan berimplikasi pada keterlambatan non aktif peserta.

 

SUMBER INFORMASI:

  1. Surat Edaran BPJS Kesehatan No. 540/IV-02/0321.
  2. Sosialisai Aktifasi e-Dabu (Tata cara non aktif PHK) dari BPJS Kesehatan Cabang Jakarta Selatan.

 

RUJUKAN: 

Surat Edaran BPJS Kesehatan No. 540/IV-02/0321.

 

RINGKASAN ISI:

Sebagai salah satu bentuk kewajiban BPJS Kesehatan sesuai dengan Pasal 13 huruf e Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yakni memberikan informasi kepada peserta mengenai hak dan kewajiban untuk mengikuti ketentuan yang berlaku.

Berikut ini syarat dan tata cara pelaporan pemberhentian kepesertaan Program Jaminan Kesehatan dalam hal adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan Selain Pemutusan Hubungan Kerja (PHK):

A. Apabila Pekerja masuk kedalam kategori PHK maka akan mendapatkan jaminan atas hak manfaat BPJS Kesehatan paling lama enam (6) bulan sejak dilakukan PHK, dengan kriteria:

  1. PHK yang sudah ada putusan Pengadilan hubungan industrial, dibuktikan dengan putusan/akta pengadilan hubungan industrial;
  2. PHK karena penggabungan Perusahaan, dibuktikan dengan akta notaris;
  3. PHK karena Perusahaan pailit atau mengalami kerugian, dibuktikan dengan putusan ke pailitan dari Pengadilan; atau
  4. PHK karena Pekerja mengalami sakit yang berkepanjangan dan tidak mampu bekerja, dibuktikan dengan surat dokter.

B. Apabila Pekerja masuk ke dalam kategori Selain PHK maka tidak akan mendapatkan jaminan atas hak manfaat BPJS Kesehatan paling lama enam (6) bulan sejak dilakukan PHK, dengan kriteria:

  1. Pekerja meninggal dunia;
  2. Pekerja telah berakhir masa kerja berdasarkan Perjanjian Kerja; atau
  3. Pekerja mengundurkan diri.

C. Berikut merupakan alur pemberhentian/penonaktifan kepesertaan BPJS Kesehatan untuk PHK dan Selain PHK:

  1. Badan Usaha menginput data Pekerja yang akan diberhentikan/dinonaktifkan melalui aplikasi e-Dabu.
  2. Badan Usaha mengajukan surat usulan pemberhentian/penonaktifan Pekerja kepada BPJS Kesehatan disertai dengan dokumen pendukung yang telah dikirimkan oleh BPJS Kesehatan ke masing-masing Email Badan Usaha.
  3. BPJS Kesehatan melakukan verifikasi kelengkapan dan usulan Pekerja yang diberhentikan/dinonakifkan dengan dokumen pendukung.
  4. BPJS Kesehatan melakukan pemberhentian/penonaktifan Data Peserta pada aplikasi e-Dabu (bila dokumen sesuai dan lengkap).
  5. BPJS Kesehatan mengirimkan surat pemberitahuan terkait pemberhentian Pekerja pada Badan Usaha.

 

Mengacu pada Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 5 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan BPJS Nomor 6 Tahun 2018 tentang Administrasi Kepesertaan Progam Jaminan Kesehatan bahwa pelaporan terhadap Peserta PPU yang mengalami PHK oleh Pemberi Kerja dengan membawa dokumen pengajuan sebagai berikut:

  1. Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak dari Pimpinan Perusahaan yang menerangkan pemberhentian kerja dan telah melaksanakan sosialisasi Program Jaminan Kesehatan.
  2. Surat usulan Penonaktifan Pekerja wajib ditandatangani oleh Pimpinan Perusahaan dan dilengkapi dengan materai Rp10.000,- kemudian disampaikan kepada BPJS Kesehatan beserta dokumen pendukung yang membuktikan alasan PHK, dalam hal disampaikan oleh selain Pimpinan Perusahaan maka dilengkapi dengan Surat Kuasa.
  3. Untuk Pekerja yang berhenti bekerja tanpa pemberitahuan pada Bada Usaha dan/atau tanpa surat pengunduran diri, maka surat pengunduran diri dapat diwakilkan oleh Badan Usaha.

 

Pelaporan dilakukan paling lambat tanggal 20 pada bulan berjalan, dalam hal tanggal 20 jatuh pada hari libur maka pelaporan dilakukan pada hari kerja berikutnya. Apabila pelaporan dilakukan lebih dari tanggal 20 maka Pemberi Kerja dan Pekerja berkewajiban membayarkan iuran bulan berikutnya dan efektif Penonaktifan Pekerja adalah dua (2) bulan setelah pendaftaran penonaktifan melebihi tanggal 20.

 

Lebih lanjut untuk rujukan lebih lengkap/rinci terkait Newsletter GASI NL-147-0321 dapat Bapak/Ibu akses melalui:

GASI Website : http://www.ptgasi.co.id
GASI Facebook Account : https://www.facebook.com/pages/PT-Gunatronikatama-Cipta-GASI/144755798551/
GASI LinkedIn Account : https://www.linkedin.com/company/pt-gunatronikatama-cipta-gasi-/
GASI Twitter Account : https://twitter.com/PTGASI

PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU, ALIH DAYA, WAKTU KERJA DAN WAKTU ISTIRAHAT DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 35 TAHUN 2021)

$
0
0

TANGGAL NEWSLETTER:

18 Maret 2021

 

IMPLIKASI PERUBAHAN:

  1. Perusahaan wajib membayarkan Kompensasi saat berakhirnya kontrak dengan Karyawan yang berstatus PKWT.
  2. Perubahan perhitungan lembur bagi Karyawan yang memiliki Waktu Kerja 6 (enam) Hari Kerja dalam 1 (satu) Minggu.
  3. Perubahan perhitungan Uang Pesangon, Penghargaan Masa Kerja, Penggantian Hak yang disesuaikan dengan kode jenis PHK.

 

SUMBER INFORMASI:

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2021 Tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja

 

RUJUKAN: 

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2021 Tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja

 

RINGKASAN ISI:

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)

Terdapat pemisahan yang jelas antara pekerjaan-pekerjaan yang dikategorikan sebagai PKWT berdasarkan jangka waktu dan PKWT yang berdasarkan selesainya pekerjaan tertentu.

1. PKWT berdasarkan jangka waktu yaitu:

a. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama.

b. Pekerjaan yang bersifat musiman (tergantung musim/cuaca/kondisi tertentu sebagai pekerjaan tambahan); atau

c. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

2. PKWT berdasarkan jangka waktu, dilaksanakan paling lama lima (5) tahun.

3. PKWT berdasarkan selesainya suatu pekerjaan tertentu yaitu:

a. Pekerjaan yang sekali selesai; atau

b. Pekerjaan yang sementara sifatnya.

4. PKWT berdasarkan selesainya suatu pekerjaan tertentu, dapat diperpanjang jangka waktunya apabila PKWT tersebut menetapkan jangka waktu dan jangka waktu tersebut telah berakhir namun pekerjaan yang diperjanjikan belum selesai. Perpanjangan jangka waktu tersebut sampai

dengan selesainya pekerjaan yang diperjanjikan.

 

Selain jenis dan sifat pekerjaan pada point #1 dan point #3 di atas, PKWT dapat dilaksanakan pada pekerjaan tertentu lainnya yang jenis dan sifat atau kegiatannya bersifat tidak tetap.

Pemberian uang kompensasi berakhirnya PKWT merupakan wujud kesamaan hak atas perlindungan dalam hal hubungan kerja berakhir antara pekerja PKWT dan pekerja PKWTT.

1. Uang kompensasi PKWT diberikan pada saat berakhirnya PKWT.

2. Uang kompensasi diberikan bagi pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja paling sedikit satu (1) bulan secara terus menerus, dengan ketentuan:

a. PKWT dua belas (12) bulan secara terus menerus, sebesar satu (1) bulan upah.

b. PKWT satu (1) bulan atau lebih tetapi kurang dari dua belas (12) bulan, dihitung secara proporsional yaitu dengan perhitungan masa kerja dibagi dua belas (12) dan dikali satu (1) bulan upah.

c. PKWT lebih dari dua belas (12) bulan, dihitung secara proporsional yaitu dengan perhitungan masa kerja dibagi dua belas (12) dan dikali satu (1) bulan upah.

3. Dalam hal PKWT berdasarkan selesainya suatu pekerjaan, maka perhitungan pembayaran uang kompensasi PKWT dihitung sampai dengan saat selesainya pekerjaan.

4. Uang Kompensasi PKWT pada usaha mikro dan kecil diberikan oleh Pengusaha kepada Pekerja/Buruh berdasarkan kesepakatan.

5. Pemberian Uang Kompensasi PKWT tidak berlaku bagi TKA yang dipekerjakan oleh Pemberi Kerja dalam hubungan kerja berdasarkan PKWT.

 

Kompensasi PHK

  1. Besaran kompensasi PHK bervariasi tergantung dari alasan PHK yang bersangkutan dan masa kerja pekerja.
  2. Perubahan besaran kompensasi PHK dititikberatkan pada perubahan besaran uang pesangon.
  3. Untuk alasan PHK tertentu, terdapat besaran kompensasi PHK lebih tinggi (pensiun, cacat total tetap akibat kecelakaan kerja,sakit berkepanjangan, meninggal dunia).
  4. Untuk alasan PHK tertentu, dimungkinkan tidak mendapatkan kompensasi PHK berupa uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja, tetapi mendapatkan uang pisah.
  5. Untuk jenis-jenis PHK dan hak atas kompensasi PHK dapat merujuk ke Lampiran – Tabel Uang Pesangon, Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak Sesuai PP Nomor 35 Tahun 2021.

Tabel Uang Pesangon                              Tabel Uang Penghargaan Masa Kerja

 

Masa Kerja
(Tahun)
Hak
(Upah)
Masa Kerja
(Tahun)
Hak
(Upah)
Dari Hingga Dari Hingga
0 <1 1 3 <6 2
1 <2 2 6 <9 3
2 <3 3 9 <12 4
3 <4 4 12 <15 5
4 <5 5 15 <18 6
5 <6 6 18 <21 7
6 <7 7 21 <24 8
7 <8 8 24 >24 10
8 >8 9

 

Uang Penggantian Hak meliputi:

a. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;

b. Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja buruh dan keluarganya ketempat pekerja buruh diterima bekerja; dan

c. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, dan Perjanjian Kerja Bersama.

 

Untuk Informasi lebih jelas dapat merujuk pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2021 Tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 ini berlaku pada Tanggal diundangkan yaitu Tanggal 2 Februari 2021.


PENGUPAHAN (PP NOMOR 36 TAHUN 2021)

$
0
0

TANGGAL NEWSLETTER:

6 April 2021

 

IMPLIKASI PERUBAHAN UNTUK:

Melakukan peninjauan Upah secara berkala dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas.

 

SUMBER INFORMASI:

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan.

 

RUJUKAN: 

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan.

 

RINGKASAN ISI:

Menindaklanjuti ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan yaitu:

1. Kebijakan pengupahan ditetapkan oleh Pemerintah Pusat sebagai salah satu upaya mewujudkan hak Pekerja/Buruh atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, meliputi:

a. Upah Minimum;

b. Struktur dan skala Upah;

c. Upah kerja lembur;

d. Upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan tertentu;

e. Bentuk dan cara pembayaran Upah;

f. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan Upah; dan

g. Upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban

 

2. Upah ditetapkan berdasarkan satuan waktu dan/atau satuan hasil dengan ketentuan:

a. Upah berdasarkan satuan waktu ditetapkan secara per jam, harian, atau bulanan. Penetapan besarnya Upah berdasarkan satuan waktu dilakukan dengan berpedoman pada struktur dan skala Upah.

b. Upah berdasarkan satuan hasil ditetapkan sesuai dengan hasil pekerjaan yang telah disepakati. Penetapan besarnya Upah berdasarkan satuan hasil dilakukan oleh Pengusaha berdasarkan hasil kesepakatan antara Pekerja/Buruh dengan Pengusaha.

 

Perhitungan Upah per jam menggunakan formula penghitungan:

Upah per jam = Upah Sebulan dibagi dua belas (12).

Penjelasan:

- Angka 126 merupakan angka penyebut yang diperoleh dari hasil perkalian antara 29 jam satu (1) minggu dengan 52 minggu dibagi dua belas (12) bulan.

- 29 jam merupakan median jam kerja Pekerja/Buruh paruh waktu tertinggi dari seluruh provinsi.

- Penetapan Upah secara per jam tidak menghilangkan kewajiban untuk membayar iuran jaminan sosial yang menjadi tanggung jawab pengusaha yang dihitung secara proporsional.

 

Perhitungan Upah sehari sebagai berikut:

- Bagi Perusahaan dengan sistem waktu kerja enam (6) hari dalam seminggu, Upah Sebulan dibagi 25; atau

- Bagi Perusahaan dengan sistem waktu kerja lima (5) hari dalam seminggu, Upah Sebulan dibagi 21.

 

3. Penetapan Upah Minimum (UM) terdiri atas:

a. Upah Minimum Provinsi.

b. Upah Minimum Kabupaten/Kota dengan syarat tertentu (pertumbuhan ekonomi daerah atau inflasi Kabupaten/Kota bersangkutan).

Kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan meliputi paritas daya beli, tingkat penyerapan tenaga kerja; dan Median Upah. Data pertumbuhan ekonomi, inflasi, paritas daya beli, tingkat penyerapan tenaga kerja dan Median Upah bersumber dari lembaga yang berwenang di bidang statistik penyesuaian nilai Upah Minimum ditetapkan pada kisaran nilai tertentu di antara batas atas dan batas bawah Upah Minimum pada wilayah yang bersangkutan.

 

4. Pengusaha wajib menyusun dan menerapkan struktur dan skala Upah di Perusahaan dengan memperhatikan kemampuan Perusahaan dan produktivitas. Struktur dan skala Upah wajib diberitahukan kepada seluruh Pekerja/Buruh secara perorangan. Struktur dan Skala Upah ini harus dilampirkan oleh Perusahaan pada saat mengajukan permohonan:

a. Pengesahan dan pembaruan Peraturan Perusahaan; atau

b. Pendaftaran, perpanjangan dan pembaruan Perjanjian Kerja Bersama.

 

5. Bagi Pengusaha yang melanggar ketentuan Pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR), Pembagian Uang Service pada Usaha Tertentu, Penyusunan dan Penerapan Struktur dan Skala Upah, Pemberian Bukti Pembayaran Upah dikenakan sanksi administratif berupa:

a. Teguran tertulis.

b. Pembatasan kegiatan usaha.

c. Penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi.

d. Pembekuan kegiatan usaha.

 

6. Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:

a. Upah Minimum Provinsi dan/atau Upah Minimum Kabupaten/Kota Tahun 2021 yang telah ditetapkan oleh Gubernur pada Tahun 2020 dinyatakan tetap berlaku sampai dengan Desember 2021;

b. Upah Minimum sektoral yang telah ditetapkan sebelum tanggal 2 November 2020 tetap berlaku sampai dengan surat keputusan mengenai penetapan Upah Minimum sektoral berakhir atau Upah Minimum Provinsi dan/atau Upah Minimum Kabupaten/Kota di daerah tersebut ditetapkan lebih tinggi dari Upah Minimum sektoral;

c. Upah Minimum sektoral Provinsi dan/atau Upah Minimum sektoral Kabupaten/Kota yang ditetapkan setelah tanggal 2 November 2020 wajib dicabut oleh Gubernur selambat-lambatnya satu (1) tahun sejak ditetapkan; dan

d. Gubernur tidak boleh lagi menetapkan Upah Minimum sektoral.

e. Perusahaan yang telah memberikan Upah lebih tinggi dari Upah Minimum yang telah ditetapkan, Pengusaha dilarang mengurangi atau menurunkan Upah.

f. Pengusaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79.

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 17 Februari 2021, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur mengenai pengupahan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 237, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5747), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2021)

$
0
0

TANGGAL NEWSLETTER:

26 April 2021

 

IMPLIKASI PERUBAHAN:

  1. Perubahan sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
  2. Perubahan penentuan besaran imbalan bunga berdasarkan tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

 

SUMBER INFORMASI:

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 18/PMK.03/2021 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah,

serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

 

RUJUKAN: 

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 18/PMK.03/2021 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

 

RINGKASAN ISI:

Menindaklanjuti Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 18/PMK.03/2021 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

 

Berikut adalah ketentuan peralihan dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 18/PMK.03/2021:

1. Atas Dividen yang berasal dari dalam negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sejak berlakunya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dikecualikan dari objek PPh yang telah dilakukan pemotongan PPh, dapat diajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.

2. Permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.

3. PKP Belum Melakukan Penyerahan adalah PKP belum melakukan penyerahan BKP, penyerahan JKP, ekspor BKP, dan/atau ekspor JKP.

4. Jangka waktu tertentu bagi PKP (Pengusaha Kena Pajak) Belum Melakukan Penyerahan dan telah melakukan pengkreditan Pajak Masukan atas perolehan barang modal sebelum tanggal 2 November 2020, ditetapkan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.

5. Dalam hal PKP (Pengusaha Kena Pajak) Belum Melakukan Penyerahan melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa PPN pada Masa Pajak sebelum tanggal 2 November 2020 yang menyebabkan Surat Pemberitahuan Masa PPN menjadi lebih bayar, ketentuan pengembalian atas kelebihan Pajak Masukan dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.

6. PKP (Pengusaha Kena Pajak) dapat mengajukan pengurangan atas jumlah pajak yang tercantum dalam surat ketetapan pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP atas surat ketetapan pajak yang diterbitkan sejak tanggal 2 November 2020 sampai dengan berlakunya Peraturan Menteri ini atas penyerahan BKP dan/atau JKP sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP (Pengusaha Kena Pajak) dengan ketentuan:

a. hasil pemeriksaan tidak memperhitungkan Pajak Masukan dengan menggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan; dan

b. PKP (Pengusaha Kena Pajak) tidak menyetujui hasil pemeriksaan.

7. Pajak Masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP, impor BKP, serta pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang ditagih dengan ketetapan pajak yang diterbitkan sebelum tanggal 2 November 2020 dapat dikreditkan oleh PKP (Pengusaha Kena Pajak) sepanjang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) dan jumlah PPN yang masih harus dibayar meliputi pokok pajak dan sanksi sebagaimana tercantum dalam ketetapan pajak telah dilunasi sejak tanggal 2 November 2020.

8. Pemberian imbalan bunga dan permohonan pemberian imbalan bunga yang belum diselesaikan sampai dengan Peraturan Menteri ini berlaku, yang didasarkan pada ketetapan, keputusan, atau putusan, yang diterbitkan atau diucapkan:

a. sebelum tanggal 2 November 2020, diselesaikan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 226/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pemberian Imbalan Bunga sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65/PMK.03/2018; atau

b. sejak tanggal 2 November 2020, diselesaikan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini, dan jangka waktu penyelesaian pemberian imbalan bunga paling lama satu (1) bulan sejak tanggal permohonan yang diajukan sejak Peraturan Menteri ini berlaku, diterima secara lengkap oleh KPP.

9. Permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak yang belum diselesaikan sampai dengan Peraturan Menteri ini berlaku, diselesaikan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak.

10. Pajak Masukan yang telah dikembalikan atau telah dikreditkan oleh PKP (Pengusaha Kena Pajak) yang tidak melakukan penyerahan BKP, penyerahan JKP, ekspor BKP, dan/atau ekspor JKP yang seharusnya dibayar kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6e) UU PPN:

a. yang telah melewati batas waktu pembayaran kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6f) UU PPN; dan

b. belum dilakukan pembayaran kembali sampai dengan tanggal 2 November 2020, diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf f UU KUP.

11. Imbalan bunga yang seharusnya tidak diberikan dan belum dilakukan pembayaran kembali oleh Wajib Pajak sampai dengan tanggal 2 November 2020, ditagih dengan menerbitkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf h UU KUP.

12. Pemeriksaan Bukti Permulaan yang telah mendapat persetujuan perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan sebelum Peraturan Menteri ini berlaku, diselesaikan sesuai jangka waktu yang ditentukan dalam persetujuan perpanjangan dimaksud berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 239/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.

13. Permohonan penghentian Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan yang belum diselesaikan sampai dengan Peraturan Menteri ini berlaku, diselesaikan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 55/PMK.03/2016 tentang Tata Cara Permintaan Penghentian Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan untuk Kepentingan Penerimaan Negara.

14. Pengenaan sanksi administratif terhadap:

a. Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan sejak tanggal 2 November 2020 yang memuat sanksi administratif berupa bunga, yang penghitungan sanksi administratifnya dimulai sebelum tanggal 2 November 2020; atau

b. pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang diajukan sejak tanggal 2 November 2020, dihitung menggunakan tarif bunga sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tarif bunga sebagai dasar penghitungan sanksi administratif berupa bunga dan pemberian imbalan bunga yang berlaku untuk bulan November 2020.

15. Pengajuan atas:

a. pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) UU KUP; dan

b. permintaan penghentian penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B UU KUP, yang dilakukan oleh Wajib Pajak sejak tanggal 2 November 2020, pengenaan sanksi administrasinya sesuai dengan UU KUP

16. Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) UU KUP melalui Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan sejak tanggal 2 November 2020, dilakukan sesuai dengan UU KUP.

17. Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan SPT yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum menyampaikan:

a. Surat Pemberitahuan Pemeriksaan; atau

b. Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak.

18. Wajib Pajak yang membetulkan sendiri SPT Tahunan maupun SPT Masa yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, maka dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yaitu pada link https://fiskal.kemenkeu.go.id/informasi-publik/kmk-tarif-bunga dari jumlah pajak yang masih harus dibayar dan dikenakan paling lama 24 bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh satu (1) bulan.

 

Ketentuan pada saat Peraturan Menteri ini berlaku:

  • Untuk PMK No. 111/PMK.03/2010, PMK No. 93/PMK.03/2019, PMK No. 192/PMK.03/2018 masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
  • Untuk PMK No. 151/PMK.03/2013, PMK No. 65/PMK.03/2018, PMK No. 31/PMK.03/2014 dinyatakan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

 

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 17 Februari 2021.

PELAKSANAAN PEMBERIAN THR KEAGAMAAN TAHUN 2021

$
0
0

TANGGAL NEWSLETTER:

22 April 2021

 

IMPLIKASI PERUBAHAN:

Perusahaan harus memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Tahun 2021 kepada pekerja/buruh sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, yaitu paling lambat tujuh (7) hari sebelum Hari Raya Keagamaan.

 

SUMBER INFORMASI:

  1. Surat Edaran No. 12/SE/2021 Tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan Tahun 2021.
  2. Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia No. M/6/HK.04/IV/2021.

 

RUJUKAN: 

  1. Surat Edaran No. 12/SE/2021 Tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan Tahun 2021.
  2. Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia No. M/6/HK.04/IV/2021.

 

RINGKASAN ISI:

Menindaklanjuti Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor: M/6/HK.04/IV/2021 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Tahun 2021 Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan sebagai implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:

1. Agar perusahaan memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Tahun 2021 kepada pekerja/buruh sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, yaitu paling lambat tujuh (7) hari sebelum Hari Raya Keagamaan.

2. Dalam hal perusahaan masih terdampak pandemi Covid-19 dan berakibat tidak mampu memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Tahun 2021 pada waktu yang ditentukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan:

a. Agar terlebih dahulu dilakukan dialog dengan pekerja/buruh di perusahaan untuk mencapai kesepakatan secara tertulis mengenai waktu pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Tahun 2021 dengan ketentuan paling lambat satu (1) hari sebelum Hari Raya Keagamaan pekerja/buruh yang bersangkutan;

b. Hasil kesepakatan antara perusahaan dengan pekerja/buruh sebagaimana point #a di atas, dilaporkan ke Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi Provinsi DKI Jakarta, Jl. Prajurit KKO Usman dan Harun No. 52, Tugu Tani, Jakarta Pusat atau melalui Email ke thr@jakarta.go.id.

3. Bagi Perusahaan yang masih terdampak pandemi Covid-19 dan berakibat tidak mampu memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Tahun 2021 sesuai waktu yang ditentukan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka wajib melaporkan langkah-langkah pelaksanaan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Tahun 2021 yang telah dilakukan oleh perusahaan melalui link bit.ly/laporanthr2021 paling lambat tanggal 6 Mei 2021, sesuai Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia No. M/6/HK.04/IV/2021 Tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Tahun 2021 Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.

SURAT KEPUTUSAN BERSAMA TERKAIT HARI LIBUR NASIONAL DAN CUTI BERSAMA TAHUN 2021

$
0
0

TANGGAL NEWSLETTER:

7 Mei 2021

 

IMPLIKASI PERUBAHAN:

  1. Perhitungan Rapel dan Prorata Gaji Pokok basgi Perusahaan yang menggunakan Perhitungan Upah berdasarkan Hari Kerja (Work Days).
  2. Perhitungan Lembur pada masing-masing Hari Libur dan Cuti Bersama Tahun 2021.

 

SUMBER INFORMASI:

  1. Surat Keputusan Bersama Menteri Agama Nomor 281 Tahun 2021;
  2. Surat Keputusan Bersama Menteri Ketenagakerjaan Nomor 01 Tahun 2021; dan
  3. Surat Keputusan Bersama Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 01 Tahun 2021.

 

RUJUKAN: 

  1. Surat Keputusan Bersama Menteri Agama Nomor 281 Tahun 2021;
  2. Surat Keputusan Bersama Menteri Ketenagakerjaan Nomor 01 Tahun 2021; dan
  3. Surat Keputusan Bersama Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 01 Tahun 2021.

 

https://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/RINGKASAN ISI:

Berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama Nomor 281 Tahun 2021, Menteri Ketenagakerjaan Nomor 01 Tahun 2021 dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara & Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2021 terkait Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2021, disampaikan bahwa dalam rangka efisiensi dan efektivitas hari kerja serta memberi pedoman bagi instansi pemerintah dan swasta dalam melaksanakan Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2021 maka disampaikan beberapa hal sebagai berikut:

1. Menetapkan Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2021:

A. Hari Libur Nasional Tahun 2021

NO TANGGAL HARI KETERANGAN
1 1 Januari Jumat Tahun Baru 2021 Masehi
2 12 Februari Jumat Tahun Baru Imlek 2572 Kongzili
3 11 Maret Kamis Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW
4 14 Maret Minggu Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1943
5 2 April Jumat Wafat Isa Al Masih
6 1 Mei Sabtu Hari Buruh Internasional
7 13 Mei Kamis Kenaikan Isa Al Masih
8 13-14 Mei Kamis-Jumat Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah
9 26 Mei Rabu Hari Raya Waisak 2565
10 1 Juni Selasa Hari Lahir Pancasila
11 20 Juli Selasa Hari Raya Idul Adha 1442 Hijriah
12 10 Agustus Selasa Tahun Baru Islam 1443 Hijriah
13 17 Agustus Selasa Hari Kemerdekaan Republik Indonesia
14 19 Oktober Selasa Maulid Nabi Muhammad SAW
15 25 Desember Sabtu Hari Raya Natal

 

B. Cuti Bersama Tahun 2021

NO TANGGAL HARI KETERANGAN
1 12 Mei Rabu Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah
2 24 Desember Jumat Hari Raya Natal

 

  1. Unit kerja/satuan organisasi/lembaga/perusahaan yang berfungsi memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat di tingkat pusat dan/atau daerah yang mencakup kepentingan masyarakat luas, seperti rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, lembaga yang memberikan pelayanan telekomunikasi, listrik, air minum, pemadam kebakaran, keamanan dan ketertiban, perbankan, perhubungan, dan unit kerja/satuan organisasi/lembaga/perusahaan lain yang sejenis, agar mengatur penugasan pegawai/karyawan/pekerja pada Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2021 sebagaimana sesuai dengan poin kesatu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Pelaksanaan Cuti Bersama sebagaimana dimaksud dalam poin kesatu mengurangi hak cuti tahunan pegawai/karyawan/pekerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku pada setiap unit kerja/satuan organisasi/lembaga/perusahaan.
  3. Pelaksanaan Cuti Bersama bagi Pegawai Negeri Sipil dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  4. Pelaksanaan Cuti Bersama sebagaimana dimaksud dalam poin kesatu bagi lembaga/instansi swasta diatur oleh pimpinan masing-masing.

PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KEHILANGAN PEKERJAAN (PP NOMOR 37 TAHUN 2021)

$
0
0

TANGGAL NEWSLETTER:

24 Mei 2021

 

IMPLIKASI PERUBAHAN:

Pekerja harus terdaftar ke dalam kepesertaan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) oleh BPJS Ketenagakerjaan.

 

SUMBER INFORMASI:

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan.

 

RUJUKAN: 

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan.

 

RINGKASAN ISI:

Menindaklanjuti ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan. Penyelenggaraan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dilaksanakan oleh BPJS Ketenagakerjaan dan Pemerintah Pusat.

1. Peserta Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) harus memenuhi persyaratan:

a. warga negara Indonesia;

b. belum mencapai usia 54 tahun pada saat mendaftar; dan

c. mempunyai hubungan kerja dengan Pengusaha.

2. Berikut ketentuan untuk mengikuti program Penyelenggaraan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP):

a. Pekerja/Buruh yang bekerja pada usaha besar dan usaha menengah, diikutsertakan pada program JKN, JKK, JHT, JP, dan JKM; dan

b. Pekerja/Buruh yang bekerja pada usaha mikro dan usaha kecil, diikutsertakan sekurang-kurangnya pada program JKN, JKK, JHT, dan JKM.

3. Peserta program JKN,merupakan pekerja penerima upah pada badan usaha.

 

Tata Cara Pendaftaran

Berikut ini adalah ketentuan pendaftaran program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP):

  1. Pekerja yang telah diikutsertakan oleh pengusaha dalam program jaminan sosial serta merta menjadi peserta Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) terhitung sejak tanggal PP 37/2021 diundangkan.
  2. Untuk pekerja yang baru direkrut, pengusaha wajib mendaftarkan pekerja dalam program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dengan menyerahkan formulir pendaftaran paling lama 30 hari sejak tanggal mulai bekerja.
  3. BPJS Ketenagakerjaan lalu wajib memberikan nomor kepesertaan maksimal satu (1) hari kerja sejak formulir pendaftaran diterima secara lengkap dan benar serta iuran pertama dibayar lunas.
  4. Pengusaha diberikan sertifikat kepesertaan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) oleh BPJS Ketenagakerjaan.
  5. Pekerja diberikan bukti kepesertaan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) oleh BPJS Ketenagakerjaan yang terintegrasi dalam satu (1) kartu kepesertaan program jaminan sosial

 

Iuran program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) wajib dibayarkan setiap bulan sebesar 0,46% dari upah sebulan. Iuran sebesar 0,46% bersumber dari iuran yang dibayarkan oleh Pemerintah Pusat dan sumber pendanaan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang terdiri dari 0,22 % dari Pemerintah Pusat dan 0,24% bersumber dari rekomposisi iuran program JKK dan JKM. Peserta program JKN,merupakan pekerja penerima upah pada badan usaha dan batas atas upah untuk pertama kali ditetapkan sebesar Rp5.000.000,- dan manfaat Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) adalah berupa uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja. Manfaat Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) diberikan kepada Peserta yang mengalami PHK baik untuk hubungan kerja berdasarkan PKWT maupun PKWTT dan harus bersedia untuk bekerja kembali.

Peserta yang berhak atas manfaat Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) adalah Pekerja/Buruh yang mengalami PHK sesuai dengan Pasal 154A UU Nomor 11 Tahun 2020, kecuali:

a. Mengundurkan diri;

b. Cacat total tetap;

c. Pensiun; atau

d. Meninggal dunia.

Manfaat Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dapat diajukan setelah peserta memiliki masa iuran paling sedikit dua belas (12) bulan dalam 24 bulan dan telah membayar iuran paling singkat enam (6) bulan berturut-turut sebelum terjadi PHK atau pengakhiran kerja. Untuk kepesertaan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), BPJS Kesehatan, dan BPJS Ketenagakerjaan melakukan integrasi data kepesertaan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) paling lambat enam (6) bulan sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku.

 

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan mulai berlaku pada tanggal 2 Februari 2021.

Viewing all 48 articles
Browse latest View live